Untuk
menyatakan letak suatu benda langit diperlukan suatu tata koordinat yang dapat
menyatakan secara pasti kedudukan benda langit tersebut. Tata koordinat
tersebut terdiri dari tata koordinat horison, tata koordinat ekuator, tata
koordinat ekliptika dan tata koordinat galaktik. Namun dalam pembahasan kali
ini akan diperkenalkan tata koordinat horison dan tata koordinat ekuator,
karena tata koordinat inilah yang paling sering digunakan dalam astronomi.
Tiap-tiap tata koordinat tentunya memiliki cara penggunaan sistem yang berbeda
serta terdapatnya berbagai macam keuntungan dan kelemahan dalam penggunaan
sistem tersebut. Dengan demikian penggunaan suatu sistem koordinat bergantung
pada hasil yang kita inginkan, apakah hasil yang didapat ingin digunakan untuk
waktu sesaat atau untuk waktu yang lama dan dapat dipakai secara universal.
Tata
Koordinat Horison
Tata
koordinat ini adalah tata koordinat yang paling sederhana dan paling mudah
dipahami. Tetapi tata koordinat ini sangat terbatas, yaitu hanya dapat
menyatakan posisi benda langit pada satu saat tertentu, untuk saat yang berbeda
tata koordinat ini tidak dapat memberikan hubungan yang mudah dengan posisi
benda langit sebelumnya. Karena itu menyatakan saat benda langit pada posisi
itu sangat diperlukan dan tata koordinat lain diperlukan agar dapat memberikan
hubungan dengan posisi sebelum dan sesudahnya.
Bola
langit dapat dibagi menjadi dua bagian sama besar oleh satu bidang yang melalui
pusat bola itu, menjadi bagian atas dan bagian bawah. Bidang itu adalah bidang
horisontal yang membentuk lingkaran HORISON pada permukaan bola, dan bagian
atas adalah letak benda-benda langit yang tampak, dan bagian bawahnya adalah
letak dari benda-benda langit yang tidak terlihat saat itu.
Penjelasan
gambar
UTSB
: Bidang horison
UZS
: Meridian langit
BZT
: Ekuator langit
Disetiap
tempat di permukaan Bumi mempunyai lingkaran meridian yang berbeda-beda
tergantung bujur tempat itu (yang berbujur sama mempunyai lingkaran meridian
yang sama)
Pada
dasarnya garis Utara-Selatan adalah perpanjangan sumbu Bumi yang melalui kutub
Utara dan kutub Selatan. Titik Utara di Kutub Utara sering disebut Titik Utara
Sejati (True North), dan sebaliknya Titik Selatan Sejati (True South), yang
mana letaknya berbeda dengan Kutub Utara Magnetik dan Kutub Selatan Magnetik.
Apabila dilihat dari zenith maka dengan putaran searah jarum jam akan
mendapatkan arah Utara, Timur, Selatan dan Barat dengan besar perbedaan
sudutnya sebesar 90o.
Dengan
mengenal istilah tersebut akan memudahkan kita dalam memahami tata koordinat
horison dengan ordinatnya yaitu, Azimuth dan Tinggi (A,h).
Tinggi
benda langit dapat digambarkan pada bola langit dengan membuat lingkaran besar
yang melalui zenith, benda langit itu dan tegak lurus pada horison (lingkaran
vertikal), diukur dari horison dengan nilainya 0o-90o.
Untuk
menyatakan Azimuth terdapat 2 versi:
- Versi
pertama menggunakan titik Selatan sebagai acuan.
- Versi kedua
yang dianut secara internasional, diantaranya dipakai pada astronomi dan
navigasi menggunakan titik Utara sebagai acuan, berupa busur UTSB.
Kedua
versi tersebut menggunakan arah yang sama, yaitu jika dilihat dari zenith
arahnya searah perputaran jarum jam yang nilainya 0o-360o.
Pada tata koordinat horizon, letak bintang ditentukan hanya
berdasarkan pandangan pengamat saja. Tata koordinat horizon tidak dapat
menggambarkan lintasan peredaran semu bintang, dan letak bintang selalu berubah
sejalan dengan waktu. Namun, tata koordinat horizon penting dalam hal pengukuran
adsorbsi cahaya bintang.
Ordinat-ordinat dalam tata koordinat horizon adalah:
1. Bujur suatu bintang
dinyatakan dengan azimut (Az). Azimut umumnya diukur dari selatan ke arah barat
sampai pada proyeksi bintang itu di horizon, seperti pada gambar azimut bintang
adalak 220°. Namun ada pula azimut yang diukur dari Utara ke arah timur, oleh
karena itu sebaiknya Anda menuliskan keterangan tentang ketentuan mana yang
Anda gunakan.
2. Lintang suatu bintang
dinyatakan dengan tinggi bintang (a), yang diukur dari proyeksi bintang di
horizon ke arah bintang itu menuju ke zenit. Tinggi bintang diukur 0° – 90°
jika arahnya ke atas (menuju zenit) dan 0° – -90° jika arahnya ke bawah.
Letak bintang dinyatakan dalam (Az, a). Setelah menentukan
letak bintang, lukislah lingkaran almukantaratnya, yaitu lingkaran kecil yang
dilalui bintang yang sejajar dengan horizon (lingkaran PQRS).
Keuntungan dalam penggunaan sistem koordinat horison yaitu
pada penggunaannya yang praktis, Sistem koordinat yang sederhana dan secara
langsung dapat dibayangkan letak objek pada bola langit. Namun tedapat juga
beberapa kelemahan pada Sistem koordinat ini, yaitu pada tempat yang berbeda
maka horisonnya pun berbeda serta terpengaruh oleh waktu dan gerak harian benda
langit.
Tata Koordinat
Ekuator
Tata koordinat ini merupakan salah satu tata koordinat yang
sering digunakan dalam astronomi. Sistem koordinat ini dapat menyatakan letak
benda langit dalam skala waktu relatif panjang. Sekalipun perubahan unsur-unsur
koordinatnya relatif kecil terhadap waktu.
Dalam setiap pembahasan sistem koordinat benda langit,
setiap benda langit selalu dipandang terproyeksi pada suatu bidang bola khayal
yang digambarkan sebagai bola langit. Bola yang memuat bidang khayal tersebut
disebut bola langit. Ukuran bola Bumi diabaikan terhadap bola langit sehingga
setiap pengamat di muka Bumi dianggap berada di pusat bola langit.
Seperti halnya pada pembahasan mengenai bola pada umumnya,
setiap lingkaran pada bola langit yang berpusat di pusat bola dan membagi bola
menjadi dua bagian yang sama besar disebut lingkaran besar, sedangkan lingkaran
lainnya disebut lingkaran kecil.
Di bawah ini diberikan deskripsi istilah-istilah yang
dipakai pada bola langit:
Titik kardinal: empat titik utama arah kompas pada lingkaran
horison, yaitu Utara, Timur, Selatan dan Barat.
Lingkaran kutub, lingkaran jam atau bujur langit: lingkaran
besar melalui kutub-kutub langit.
Lingkaran ekliptika: lingkaran tempat kedudukan gerak semu
tahunan Matahari. Perpotongan bidang orbit Bumi (ekliptika) dengan bola langit.
Kutub-kutub langit: titik-titik pada bola langit tempat bola
langit berotasi. Perpotongan bola langit dengan sumbu Bumi. Kutub langit di belahan
langit Selatan disebut Kutub Langit Selatan (KLS) dan di belahan langit Utara
disebut Kutub Langit Utara (KLU).
Pada sistem koordinat ekuator, koordinat yang digunakan
adalah koordinat Aksensiorekta (?) dan Deklinasi (d). Aksensiorekta adalah
panjang busur yang dihitung dari titik Aries atau disebut juga dengan titik
gamma (g) pada lingkaran ekuator langit sampai ke titik kaki dengan arah
penelusuran ke arah timur, dengan rentang antara 0 s.d. 24 jam atau 00 s.d. 3600.
Sedangkan deklinasi adalah panjang busur dari titik kaki pada lingkaran ekuator
langit ke arah kutub langit sampai ke letak benda pada bola langit. Deklinasi
bernilai positif jika ke arah KLU dan bernilai negatif jika ke arah KLS, dengan
rentang antara 00 s.d. 900 atau 00 s.d. -900.
Dalam penggunaan sistem koordinat ekuator, terdapat hubungan
antara waktu matahari dengan waktu bintang (waktu sideris). Dimana Waktu
Menengah Matahari (WMM) = sudut jam Matahari + 12 jam. Hubungan ini tentunya
berkaitan juga dengan tanggal-tanggal istimewa titik Aries terhadap Matahari.
Tanggal-tanggal istimewa tersebut adalah :
Sekitar tanggal 21 Maret (TMS), Matahari berimpit dengan
Titik Aries. Jam 0 WMM = jam 12 waktu bintang.
Sekitar tanggal 22 Juni (TMP), saat Matahari di kulminasi
bawah, titik Aries berhimpit dengan titik Timur. Jam 0 WMM = jam 18 waktu
bintang.
Sekitar tanggal 23 September (TMG), saat Matahari di
kulminasi bawah, titik Aries berada di titik kulminasi atas. Jam 0 WMM = jam 0
waktu bintang.
Sekitar tanggal 22 Desember (TMD), saat Matahari di
kulminasi bawah, titik Aries berhimpit dengan titik Barat. Jam 0 WMM = jam 06
waktu bintang.
Tata koordinat ekuator merupakan sistem koordinat yang
paling penting dalam astronomi. Letak bintang-bintang, nebula, galaksi dan
lainnya umumnya dinyatakan dalam tata koordinat ekuator. Pada tata koordinat
ekuator, lintasan bintang di langit dapat ditentukan dengan tepat karena
faktor lintang geografis pengamat (φ) diperhitungkan, sehingga lintasan edar
bintang-bintang di langit (ekuator Bumi) dapat dikoreksi terhadap pengamat.
Sebelum menentukan letak bintang pada tata koordinat ekuator, sebaiknya kita
mempelajari terlebih dahulu sikap bola langit, yaitu posisi bola langit menurut
pengamat pada lintang tertentu.
Sudut antara kutub Bumi (poros rotasi Bumi) dan horizon
disebut tinggi kutub (φ) . Jika diperhatikan lebih lanjut, ternyata nilai φ = ϕ,
dengan φ diukur dari Selatan ke KLS jika pengamat berada di lintang selatan dan
φ diukur dari Utara ke KLU jika pengamat berada di lintang utara. Jadi untuk pengamat
pada ϕ = 90° LU lingkaran ekliptika akan berimpit dengan lingkaran
horizon, dan kutub lintang utara berimpit dengan zenit, sedangkan pada ϕ
= 90° LS lingkaran ekliptika akan berimpit dengan lingkaran horizon, dan
kutub lintang selatan berimpit dengan zenit
Ordinat-ordinat dalam tata koordinat ekuator adalah:
1. Bujur suatu bintang
dinyatakan dengan sudut jam atau Hour Angle (HA). Sudut jam menunjukkan letak
suatu bintang dari titik kulminasinya, yang diukur dengan satuan jam (ingat,1h
= 15°). Sudut jam diukur dari titik kulminasi atas bintang (A) ke arah barat
(positif, yang berarti bintang telah lewat kulminasi sekian jam) ataupun ke
arah timur (negatif, yang berarti tinggal sekian jam lagi bintang akan
berkulminasi). Dapat juga diukur dari 0° – 360° dari titik A ke arah barat.
2. Lintang suatu bintang
dinyatakan dengan deklinasi (δ), yang diukur dari proyeksi bintang di ekuator
ke arah bintang itu menuju ke kutub Bumi. Tinggi bintang diukur 0° – 90° jika
arahnya menuju KLU dan 0° – -90° jika arahnya menuju KLS.
Dapat kita lihat bahwa deklinasi suatu bintang nyaris tidak
berubah dalam kurun waktu yang panjang, walaupun variasi dalam skala kecil
tetap terjadi akibat presesi orbit Bumi. Namun sudut jam suatu bintang tentunya
berubah tiap jam akibat rotasi Bumi dan tiap hari akibat revolusi Bumi. Oleh
karena itu, ditentukanlah suatu ordinat baku yang bersifat tetap yang
menunjukkan bujur suatu bintang pada tanggal 23 September pukul 00.00, yaitu
ketika titik Aries ^ tepat berkulminasi atas pada pukul 00.00 waktu lokal (vernal
equinox). Ordinat inilah yang disebut asensiorekta (ascencio recta) atau
kenaikan lurus, yang umumnya dinyatakan dalam jam. Faktor gerak semu harian
bintang dikoreksi terhadap waktu lokal (t) dan faktor gerak semu tahunan
bintang dikoreksi terhadap Local Siderial Time (LST) atau waktu bintang, yaitu
letak titik Aries pada hari itu. Pada tanggal 23 September LST-nya adalah pukul
00h, dan kembali ke pukul 00h pada 23 September berikutnya sehingga pada
tanggal 21 Maret, 21 Juni, dan 22 Desember LST-nya berturut-turut adalah 12h, 18h,
dan 06h. Jadi LST dapat dicari dengan rumus :
Adapun hubungan LST, HA00 dan asensiorekta (α)
LST = α + HA00
Dengan t adalah waktu lokal. Misal jika HA00 = +3h, maka
sudut jam bintang pada pukul 03.00 adalah +6h (sedang terbenam). Ingat, saat
kulminasi atas maka HA = 00h. Dengan demikian didapatkan hubungan komplit bujur
pada tata koordinat ekuator
LST + t = α + HAt
Patut diingat bahwa HA00 ialah posisi bintang pada pukul
00.00 waktu lokal, sehingga posisi bintang pada sembarang waktu ialah:
HAt = HA00 + t
Dengan α ordinat tetap, HAt ordinat tampak, LST koreksi
tahunan, dan t koreksi waktu harian. Contoh pada gambar di bawah. Pada tanggal
21 Maret, LST-nya adalah 12h. Jadi letak bintang R dengan koordinat (α, δ) sebesar
(16h,-50º)akan nampak di titik R pada pukul 00.00 waktu lokal. Perhatikan bahwa
LST diukur dari titik A kearah barat sampai pada titik Aries ^. Tampak bintang R
berada pada bujur (HA00) -60° atau -4 jam. Jadi, bintang R akan berkulminasi
atas di titik Ka pada pukul 04.00 dan terbenam di horizon pada pukul 10.00.
Asensiorekta diukur dari titik Aries berlawanan pengukuran LST sampai pada
proyeksi bintang di ekuator. Jadi telah jelas bahwa.
HA = LST – α
Dengan -xh = 24h - xh
Lingkaran kecil KaKb merupakan lintasan gerak bintang, yang
sifatnya nyaris tetap. Untuk bintang R, yang diamati dari ϕ = 40° LS akan lebih
sering berada pada di atas horizon daripada di bawah horizon. Pembahasan lebih
lanjut pada bagian bintang sirkumpolar.
Tinggi bintang atau altitude, yaitu sudut kedudukan suatu
bintang dari horizon dapat dicari dengan aturan cosinus segitiga bola. Tinggi
bintang, a, yaitu
a = 90° - ζ
Dimana jarak zenit (ζ) dirumuskan dengan
cos ζ = cos(90° – δ) cos(90° – ϕ) + sin(90° – δ) sin(90° – ϕ)
cosHA
Gerak Harian Benda Langit
Bola langit melakukan gerak semu harian akibat gerak rotasi
Bumi. Pengamatan permukaan Bumi dapat mengamati benda langit bergerak
berlawanan arah dengan arah gerak rotasi Bumi. Rotasi Bumi arahnya dari barat
ke timur, inilah yang menyebabkan seolah-olah benda langit bergerak dari timur
ke barat.
Oleh karena gerak harian bola langit terjadi akibat gerak
rotasi Bumi, maka periode gerak harian benda langit sama dengan periode rotasi
Bumi yaitu satu hari, yang umum dianggap satu hari adalah 24 jam, sehingga
dalam selang waktu itu Bumi telah berotasi sebesar 360o. Berikut ini diberikan
hubungan waktu dan panjang busur yang ditempuh benda langit dalam melakukan
gerak harian:
24j = 3600
1j = 150
4m = 10
4d = 1
Lintasan gerak benda langit sejajar dengan ekuator langit
dengan kemiringan tergantung pada lintang pengamat (?) di permukaan Bumi.
Besarnya sudut kemiringan menunjukkan besarnya jarak kutub (90o- ?) tempat
pengamat berada. Lintasan gerak harian benda langit di ekuator langit berbentuk
lingkaran besar sedangkan di tempat lainnya lingkaran kecil.
Kedua kutub langit itu yaitu KLU dan KLS yang memiliki
lintasan gerak harian berbentuk titik, sehingga tampak diam diputari oleh
seluruh benda-benda langit. Benda di belahan langit Utara tampak mengedari KLU
dan di belahan langit selatan tampak mengedari KLS. Kedua kutub itu memiliki
ketinggian yang berbeda di permukaan Bumi, tergantung lintang pengamat
dipermukaan Bumi. Tempat di belahan Bumi Utara, letak KLU berada di atas
horison dengan ketinggian sama dengan besarnya lintang pengamat dan KLS berada
di bawah horison. Sebaliknya tempat di belahan Bumi Selatan, letak KLS berada
di atas horison dengan ketinggian sama dengan besarnya lintang pengamat dan KLU
berada di bawah horison.
Penentuan Waktu Sideris
Waktu sideris atau waktu bintang didasarkan kepada kala
rotasi bumi terhadap acuan bintang. Seperti halnya pada hari matahari, satu
hari sideris dibagi menjadi 24 jam, tetapi panjang harinya sendiri lebih pendek
sekitar 4 menit dibandingkan hari matahari. Adanya perbedaan panjang hari
sideris dengan hari matahari menyebabkan bintang-bintang termasuk titik gamma
setiap hari mencapai meridian pengamat lebih cepat sekitar 4 menit dari hari
sebelumnya. Dengan lain perkataan, titik gamma bergerak sepanjang lingkaran
ekuator ke arah barat sekitar 1 derajat busur setiap harinya.
Adapun cara menentukan waktu sideris adalah sebagai berikut
:
1. Tentukan selisih hari terhadap salah satu dari 4 tanggal
patokan terdekat yakni: 21 Maret, 22 Juni, 23 September atau 22 Desember.
2. Tentukan perbedaan waktu titik Aries dengan Matahari
selama selisih waktu no.1 di atas dengan mengalikan setiap beda 1 hari sebesar
4 menit.
3. Tentukan jam 0 WMM waktu setempat yang bersesuaian dengan
waktu sideris pada tanggal yang bersangkutan dengan menambahkan (jika melewati
salah satu tanggal patokan di atas) atau mengurangkan (jika mendahului) dengan
selisih waktu no. 2 di atas yang paling dekat dengan tanggal patokan terdekat
yang dipakai.
4. Patokan tanggal hubungan Waktu Sideris (Siderial Time)
dengan Waktu Matahari Menengah (Mean Sun):
21 Maret Jam 0 WMM = Jam 12 Waktu Sideris
22 Juni Jam 0 WMM = Jam 18 Waktu Sideris
23 September Jam 0 WMM = Jam 0 Waktu Sideris
22 Desember Jam 0 WMM = Jam 6 Waktu Sideris
5. Tentukan waktu sideris jam yang diinginkan dengan
menambahkan dengan WMM pada jam yang ditentukan.
Contoh: Tentukan Waktu Sideris yang bersesuaian dengan Jam
10 tanggal 26 Maret 2007.
Jawab:
1. Sesilih tanggal 26 Maret dengan 21 Maret adalah = 26 - 21
= 5 hari.
2. Perbedaan waktu Aries dengan Matahari selama 5 hari = 5 x
4 menit = 20 menit.
3. Jam 0 WIB tanggal 26 Maret = Jam 12 + 20 menit = Jam
12.20 Waktu Sideris.
4. Jam 10 WIB tanggal 26 Maret = Jam 10 + 12.20 Waktu
Sideris = Jam 22.20 Waktu Sideris.
Contoh soal aplikasi posisi benda langit:
Dimanakah posisi rasi Sagittarius( AR 19jam, Dekl. -250 )
pada bola langit jam 12 WIB tanggal 14 Maret 2007 ?
Jawab:
Selisih tgl 14 Maret dengan 21 Maret = 7 hari
Beda Aries dengan Matahari = 7 x 4 menit = 28 menit
Jam 0 WIB tgl 14 Maret = Jam 12 - 28 menit = Jam 11. 32
Waktu Sideris.
Jam 12 WIB tgl. 14 Maret = 11.32 + 12 WIB = Jam 23.32 Waktu
Sideris.
Sudut Jam rasi Sagittarius saat itu = Waktu Sideris - AR
Sagittarius = 23.32 - 19 = 4 jam 32 menit.
Posisi Sagittarius saat itu : (4 32/60x 150)= 680 di sebelah
barat meridian dan 250 di selatan equator langit.
sumber : lautansemesta.blogdetik.com
paradoks77.blogspot.com
4 comments:
sangat bagus materinya
Artikel yang membantu. Terima kasih bang :)
nice
biar tau dan tambah wwasan...iman
Post a Comment